Rabu, 26 November 2014

Usia

Selamat pagi,usia
Semoga senantiasa menjejali ruang usia dengan bongkah-bongkah ibadah
Senang hati mengajarkanku merebah
Agar merindumu tak menuai lelah
Karena tak ada yang paling mewah
Daripada senyummu di tengah gelisah

Bila disaat diriku tak ada
Rawatlah luka,sebaik kau menyimpannya
Waktu bukanlah ibu,rawat sendiri lukamu
Percayalah,ada yang diam-diam mendo'akanmu,dalam-dalam

Aku lupa mana yang lebih dulu
Menyukaimu  atau mencintaimu
Tapi aku tak akan alpa untuk keduanya

Hari ini ulang tahunmu dan tak ada perayaan
Aku mencintaimu adalah kebiasaan



                                                                                       
                                                                                      Lelaki kesekian setelah Adam

Pelecehan Jokowi di sosial media


1.         Analisis fenomena di media social (bullying) terhadap seseorang. Contoh kasus baru itu terhadap Presiden Jokowi. Dalam lingkup ilmu Psikologi, motif apa yang sebenarnya  yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut. Pantaskah hukuman yang diberi sesuai dengan perilakunya ?
Jawab:
BUKITINGGI - Hasil pemeriksaan yang dilakukan Tim Pemeriksaan Psikologi, sejak 12 sampai 17 Oktober 2014 terhadap kasus bullying SD Trisula Perwari Bukittinggi, Sumatera Barat, akhirnya terungkap. Kasus ini terjadi karena faktor lemahnya fungsi pengawasan keluarga dan lingkungan.
Menurut Ketua Tim Psikologi, Yosi Molina dalam perspektif psikologi, korban maupun pelakunya sama-sama korban.
"Fungsi keluarga yang lemah, mencakup pola asuh yang permisif, ditambah peran ayah yang tidak kuat. Hal ini akan menyebabkan tidak tegaknya aturan dasar keluarga dan tidak paham batasan," kata Yosi di Universitas Negeri Padang (UNP) Bukittinggi, Jalan Batang Masang, Jumat (17/10/2014).
Dia menambahkan, penyebab lainnya adalah belum efektifnya komunikasi dalam keluarga, sehingga menyebab anak mencari bentuk lain yang negatif.
Kemudian, orangtua kurang memperhatikan perubahan prilaku dan sikap anak setiap hari. "Seperti anak tiba-tiba diam, tidak bisa ekspresikan perasaan. Kurang mendapatkan bekali anak dengan pemahaman dasar yang dapat mencegah bullying dan pelecehan," paparnya.
Sementara masalah lingkungan, menurut Yosi Molina, anak-anak sudah terpengaruh oleh game online dan tayangan televisi yang bersifat kekerasan.
"Ini memberikan dampak negatif, anak-anak merasa takut, kawatir, ini tahu, ingin mencoba dan meningkatkan perilaku agresif," ucapnya.
Keterangan Tim Pemeriksaan Psikologis ini membuat beberapa wartawan kecewa karena tidak mendetail dan memberikan kronologis yang jelas dengan alasan kode etik.
"Kita tidak bisa memberikan detail baik itu klien maupun orang tua kedua belah siswa," tegasnya.
Yosi menerangkan, pihaknya telah membuat laporan setebal 16 halaman yang diserahkan ke Pemkot Bukittingi secara resmi. "Tapi ini masih ada laporan detail perklien," tutupnya.(fid)

Analisis Kasus :
Bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/ kekuasaan yang dilakukan oleh seorang/ sekelompok. Pihak yang kuat disini bukan berarti kuat dalam ukuran fisik, tapi bisa juga kuat secara mental. Dalam hal ini sang korbanbullying tidak mampu membela atau mempertahankan dirinya karena lemah secara fisik atau mental. Yang perlu dan sangar penting kita perhati-hatikan adalah bukan  sekedar tindakan yang dilakukan, tetapi dampak tindakan tersebut bagi si korban.
Menurut saya dalam kasus bullying yang terjadi pada anak-anak ini adalah kurangnya pengawasan orangtua maupun guru-guru mereka di sekolah. Kurangnya pengawasan orangtua, contohnya: orangtua tidak memperhatikan tayangan yang ditonton oleh sang anak, sehingga sang anak menkionton film yang non- edukatif, seperti film yang mencerminkan terjadinya penganiayaan terhadap orang lain sehingga sang anak ingin mencoba, karena rasa ingin tahu pada anak-anak begitu besar.
Motif sang anak dalam ilmu psikologi  atas kasus ini adalah mereka ingin mendapatkan kebahagiaan karena menurut mereka korban kasus bullying adalah sebuah candaan yang bisa membuat mereka tertawa dan puas. Apalagi ditambahkan tindakan mereka mem-bully temannya diunggah ke salah satu media sosial yaitu Youtube. Mereka merasa senang apabila unggahan mereka banyak yang melihat dan mereka merasa senang karena telah membuat banyak orang tertawa, itu menurut pemikiran mereka.
Menurut saya ciri-ciri anak yang seperti ini dilihat dari ilmu psikologi termasuk ke dalam kategori anak-anak psikopat, karena mereka merasa senang telah menyiksa orang lain ditambah dengan menggunggahnya di Youtube. Anak-anak yang menjadi pelaku kasus bullying ini terkena gangguan psikopatologi. Karena dalam video yang diunggah diYoutube juga terlihat bahwa salah seorang anak tersenyum dan bergembira atas kejadian ini. Mereka senang telah menyiksa temannya. Menurut mereka ini lucu, dan dapat membuat mereka semua senang atas semua perlakuan mereka walaupun mereka sedang menyiksa temannya.
Psikopatologi adalah suatu ilmu yang mempelajari proses dan perkembangan gangguan mental. Perkembangan penanganan gaangguan mental berkembang mulai dari zaman kuno (Yuhani) hingga zaman sekarang (modern). Terdapat perbedaan penanganan gangguan abnormalitas jiwa, karena perbedaan paradigma berpikir manusia dari zaman kezaman.
Psikopatologi anak Mempelajari gangguan psikologis atau tingkahlaku patologis pada anak dan remaja. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa psikopatologi adalah gangguan kepribadian. Menurut Shafii psikopatologi istilah yang mengacu pada baik studi tentang penyakit mental atau tekanan mental atau manifestasi perilaku dan pengalaman yang mungkin menunjukkan penyakit mental atau gangguan psikologis. Chaplin juga menyatakan psikopatologi (psychopathology) adalah cabang psikologi yang berkepentingan untuk menyelidiki penyakit atau gangguan mental dan gejala-gejala abnormal lainnya. Psikopatologi atau sakit mental adalah sakit yang tampak dalam bentuk perilaku dan fungsi kejiwaan yang tidak stabil. Istilah psikopatologi mengacu pada sebuah sindroma yang luas, yang meliputi ketidaknormalan kondisi indra, kognitif, dan emosi.
Sedangkan Alexander Theron mendefinisikan psikopatologi dengan penyakit jiwa atau gangguan jiwa (mental disorder) dimana gangguan jiwa terdiri dari ketidakmampuan berfungsinya seseorang sebegitu jauh sehingga ia tak dapat mencapai pemuasan yang cukup memadai terhadap kebutuhan-kebutuhan jasmaniyah dan perasaannya bagi dirinya sendiri dan sebegitu jauh ia tak mampu memenuhi persyaratan-persyaratan tingkah laku yang dituntut oleh masyarakat dimana ia hidup.
Jadi pengertian ini menunjukkan bahwa manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakatnya tidak mampu berfungsi baik dalam pemenuhan kebutuhan rohaniyah untuk kehidupan pribadinya sendiri dan juga untuk kebutuhan lingkungannya. Ketidakmampuan inilah yang menjadi sumber pokok dari apa yang disebut gangguan jiwanya.
Anak-anak terkadang mengalami kesukaran emosional, karena perubahan tuntutan hidup dan perubahan sikap orang tuanya, di samping pertumbuhan diri pribadi mereka, yang terkadang tidak dimengerti oleh orang tuanya. Terapi yang diberikan kepada anak yang mengalami gangguan emosi diantaranya adalah dengan menggunakan pendekatan non-directive therapy dan menggunakan permainan

Addiction (Faktor etiologi dan jenis jenis adiksinya)


     Internet addiction atau kecanduan internet adalah suatu gejala dimana seseorang sangat ketergantungan terhadap internet dan tidak mau lepas dari pengaruh internet. Kecanduan internet mempunyai gejala yang sama seperti kecanduan obat-obatan. Kecanduan internet masih jadi perdebatan untuk masuk dalam gangguan kejiawaan atau tidak. Para pasien yang mengalami kecanduan internet juga sering mengalami kondisi kejiwaan lain seperti kurang perhatian gangguan hiperaktif, depresi, kecemasan, rendah kepercayaan diri, impulsif, tak tahu malu, dan cenderung mau bunuh diri.
 Tanda-tanda orang kecanduan internet yaitu :
Kimberley Young menyebutkan beberapa gejala utama kecanduan berinternet :
1Pikiran pecandu internet terus-menerus tertuju pada aktivitas berinternet dan sulit untuk dibelokkan ke arah lain.
2. Adanya kecenderungan penggunaan waktu berinternet yang terus bertambah demi meraih tingkat kepuasan yang sama dengan yang pernah dirasakan sebelumnya.
3.Yang bersangkutan secara berulang gagal untuk mengontrol atau menghentikan penggunaan internet.
4.Adanya perasaan tidak nyaman, murung, atau cepat tersinggung ketika yang bersangkutan berusaha menghentikan penggunaan internet.
5.Adanya kecenderungan untuk tetap on-line melebihi dari waktu yang ditargetkan.
6.Penggunaan internet itu telah membawa risiko hilangnya relasi yang berarti, pekerjaan, kesempatan studi, dan karier.
7.Penggunaan internet menyebabkan pengguna membohongi keluarga, terapis dan orang lain untuk menyembunyikan keterlibatannya yang berlebihan dengan internet.
8.Internet digunakan untuk melarikan diri dari masalah atau untuk meredakan perasaan-perasaan negatif seperti rasa bersalah, kecemasan, depresi, dan sebagainya.

A. Faktor etiologi kecanduan internet
1. Cognitive-behavioral Model: Kecanduan teknologi sebagai bagian dari kecanduan perilaku: kecanduan internet menampilkan komponen inti dari kecanduan (kedudukan kentara, mood modifikasi, toleransi, penarikan, konflik dan kambuh). Dari perspektif ini, pecandu internet ditampilkan arti-penting kegiatan, sering mengalami keinginan dan perasaan disibukkan dengan internet saat offline. Ia juga menunjukkan bahwa menggunakan internet sebagai cara untuk menghindari perasaan mengganggu, mengembangkan toleransi internet untuk mencapai kepuasan, mengalami penarikan, kapan mengurangi penggunaan intenet, penderitaan saat meningkatnya konflik dengan orang lain karena aktivitas, dan kambuh kembali ke internet juga tanda-tanda kecanduan. Model ini telah diterapkan pada perilaku seks tersebut, berjalan, konsumsi makanan, dan perjudian.

2. Neuropsychological Model: Seorang individu akan diklasifikasikan sebagai pecandu internet asalkan ia memenuhi siapa pun dari tiga kondisi berikut: (1) salah satu akan merasa bahwa lebih mudah untuk mencapai aktualisasi diri secara online daripada di kehidupan nyata, (2) salah satu akan pengalaman dysphoria dan depresi setiap kali akses ke internet rusak atau kusut berfungsi, (3) orang akan mencoba untuk menyembunyikan waktu penggunaan yang benar nya dari anggota keluarga.
   
3. Situational Factors: Faktor situasional berperan dalam pengembangan kecanduan internet. individu yang merasa kewalahan atau yang mengalami masalah pribadi atau yang experince mengubah hidup acara seperti divorve arecent, relokasi, atau kematian dapat menyerap diri dalam dunia maya yang penuh fantasi dan intrik