Sabtu, 25 April 2015

Cinta dan Perkawinan

         Cinta itu semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan. Cinta adanya di dalam lubuk hati, ketika dapat menahan keinginan dan harapan yang lebih. Ketika pengharapan dan keinginan yang berlebih akan cinta, maka yang didapat adalah kehampaan... tiada sesuatupun yang didapat, dan tidak dapat dimundurkan kembali. Waktu dan masa tidak dapat diputar mundur. Terimalah cinta apa adanya.

Perkawinan adalah kelanjutan dari Cinta. Adalah proses mendapatkan kesempatan, ketika kamu mencari yang terbaik diantara pilihan yang ada, maka akan mengurangi kesempatan untuk mendapatkannya, Ketika kesempurnaan ingin kau dapatkan, maka sia2lah waktumu dalam mendapatkan perkawinan itu, karena, sebenarnya kesempurnaan itu hampa adanya.

A. BAGAIMANA MEMILIH PASANGAN
       Memilih pasangan hidup merupakan sesuatu hal yang sangat penting hukumnya atau (wajib), Karna dalam hidup apa lagi sih yang kita cari kalo bukan jodoh kita. Salah satunya pasangan hidup merupakan tujuan utama dalam hidup ini, karna menurut agama kenapa Allah menciptakan Perempuan dan Laki-laki. agar mereka bisa hidup berpasang-pasangan.

 Pilihlah karena Agamanya..


2. kenali dengan cara menanyakan kepada orang yang paling dekat dengannya dan dapat kita percaya..

3. letakkan niat pada tempat yang benar, karena segala perbuatan membutuhkan dan sangat dipengaruhi niat..

4. Shalat istikharah untuk mohon petunjuk kepada ALLAH juga patut dilakukan..

5. Apabila semua ini telah dilakukan, maka pasrahkan diri kepada ALLAH Subhanahu Wata'ala akan keputusan-NYA, jangan keluh kesah, karena itu tidak akan pernah menyelesaikan masalah..

6. Dan terakhir, jangan bosan untuk berbekal ilmu pernikahan , karena berbekal ilmu adalah lebih baik daripada tidak membekali diri pada saat masuk ke dunia yang baru.


B. SELUK - BELUK HUBUNGAN DALAM PERKAWINAN


Perkawinan adalah nuklus sebuah masyarakat yang melahirkan hak dan kewajiban. Karena itu, perkawinan diatur dalam sebuah hukum yang disebut hukum perkawinan.
Hukum perkawinan Islam pada dasarnya adalah sebuah hukum yang bersifat diyâni, tetapi kemudian dikembangkan sebagai hukum yang berseifat qadhâ’î berdasarkan politik hukum Islam atau as-siyâsah asy-syar‘iyyah. Perkawinan diyâni diselenggarakan sesuai nushûsh agama dari Quran dan Sunnah Nabi. Sedangkan perkawinan qadhâ’î diselenggarakan sesuai dengan kebijakan tertentu pemerintah atau peraturan perundang-undangan. UU No. 1 Tahun 1973 tentang Perkawinan menggabungkan kedua bentuk hukum tersebut di mana dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa perkawinan adalah sah bila dilakukan berdasarkan keyakinan agama dan perkawinan tersebut dicatat oleh negara melalui lembaga pencatatan yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.
 Dalam istilah al-Qur’an, perkawinan disebut an-nikâh dan az-zawâj. Kata asal an-nikâh berartial-’aqd (perjanjian, kontrak), kemudian digunakan untuk menunjukkan pengertian al-jimâ’(persetubuhan). Sedangkan az-zawâj berarti perpasangan antara jenis laki-laki dan perempuan, atau antara jantan dan betina, atau antara dua jenis yang berbeda, tetapi menyatu dalam fungsi.[2]Dari pengertian ini, maka perkawinan sesama jenis, seperti dilakukan oleh kaum homoseksual dan lesbian, sebenarnya tidak dapat disebut perkawinan. Perkawinan sejenis ini adalah ibarat memakai sepatu yang kedua-duanya kiri atau kedua-duanya kanan sehingga tidak dapat dikatakan sebagai pasangan yang cocok. Di negara-negara tertentu yang menjalankan politik sekularisasi, perkawinan pasangan berlainan jenis dizinkan oleh undang-undang.

 Jadi, perkawinan sebenarnya adalah pertemuan dua orang manusia berlainan jenis, yang diikat oleh sebuah perjanjian sehingga menyatu secara fisik dalam bentuk pesetubuhan serta hubungan badan lainnya dan secara batin dalam bentuk ikatan batin untuk mencapai tujuan perkawinan.


Perkawinan dimulai dari perjanjian antara calon suami dan calon isteri yang disebut kontrak perkawinan (‘aqd an-nikâh). Kontrak ini dilakukan di depan seorang penghulu sebagai pencatat kontrak, mirip seorang notaris dalam perjanjian biasa, disaksikan paling tidak oleh dua orang saksi dan pembayaran mas kawin oleh suami kepada isteri dalam jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Perkawinan dapat disebut sebagai salah satu lembaga masyarakat yang melahirkan berbagai hubungan. Pertama adalah hubungan darah kepada anak cucu. Kedua adalah hubungan semenda kepada keluarga asal kedua belah pihak. Ketiga adalah hubungan kewarisan. Keempat adalah hubungan hak dan kewajiban. Ini tentu di samping hubungan ketetanggaan karena sebuah keluarga hidup salam suatu lingkungan masyarakat. Begitu banyaknya hubungan yang dilahirkan oleh lembaga ini sehingga memerlukan pengaturan yang rinci dari agama dan/atau perundang-undangan negara.


Perceraian
Perkawinan sebagai kontrak dalam hubungan perdata dapat dibatalkan, tetapi sebagai perjanjian bermakna keagamaan (mîtsâqan ghalizha) pada dasarkan tidak dapat dibatalkan kecuali karena alasan-alasan pengucualiaan. Hal itu karena perceraian walaupun pada dasarnya dibolehkan, tetapi merupakan suatu perbuatan boleh yang dibenci Allah (abghadh al-halâl). Karena itu, berdasarkan as-siyâsah asy-syar‘iyyah, negara melalui peraturan perundang-undangan dan lembaga peradilan harus berupaya mencegah terjadinya perceraian.

Peningkatan angka perceraian dalam keluarga merupakan salah satu ciri masyarakat modern, tidak terkecuali di Indonesia. Hal itu mungkin berhubungan dengan nilai-nilai kehidupan keluarga yang sudah mulai bergeser karena pengaruh budaya asing yang masuk secara sadar atau tidak sadar ke dalam rumah tangga masyarakat Indonesia. Peningkatan ini dapat dilihat dari jumlah perceraian yang tercatat melalui proses hukum di pengadilan, baik Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri. Di Pengadilan Agama, misalnya, yang menangani perkara khusus ummat Islam, perkara perceraian menempati peringkat teratas dari semua perkara yang ditanganinya. 

Perceraian jenis kedua ini sering terjadi begitu saja secara otomatis, terutama di daerah pedesaan, bila kedua belah pihak atau salah satu pihak merasa tidak cocok lagi meneruskan perkawinan karena sebab atau sebab-sebab tertentu sehingga mereka berpisah secara baik-baik atau berakhir dengan kepedihan. Akibatnya mereka tidak mendapat perlindungan hukum dan sering tidak mendapatkan hak-hak yang seharusnya didapatkan. Bila salah satu pasangan atau keduanya meninggal dunia dan muncul sengketa kewarisan, maka sering terjadi, salah satu pihak atau ahli waris mereka menghubungi pengadilan untuk mendapatkan itsbat nikah. Jalan keluar ini berlaku atau sepatutnya hanya berlaku untuk perkawinan yang dilaksanakan sebelum UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Baik perceraian tercatat maupun yang tidak tercatat, keduanya sama-sama menimbulkan masalah dalam masyarakat. Perceraian akan memperbanyak jumlah janda dan duda, anak tanpa kasih sayang ayah-ibu yang berpotensi melahirkan masalah kenakalan remaja, keretakan antara keluarga asal, dan segala masalah yang ditimbulkannya seperti penyakit stress, kejahatan sosial dan lain-lain. Tidak mengherankan bila al-Qur’an menyatakan dalam awal surah an-Nisâ’ bahwa perkawinan yang sah melahirkan kasih sayang dan ketenteraman dalam keluarga

Proses perceraian di pengadilan juga melibatkan orang-orang terdekat dalam keluarga sebagai saksi salah satu pihak atau kedua belah pihak, seperti anak, mertua, saudara dan teman dekat. Orang-orang ini pun harus bekorban banyak, terutama perasaan dan hati nurani, dalam peperangan antara suami-isteri yang ingin bercerai. Mereka harus rela membuka rahasia keluarga mereka atau bahkan berbohong untuk menutup rahasia tersebut atau untuk memenangkan salah satu pihak yang mereka bela.

 Dari kasus-kasus perceraian yang diajukan ke pangadilan, tampak bahwa penyebab perceraian atau alasan-alasan yang digunakan oleh suami atau isteri cukup beragam. Penyebab atau alasan-alasan tersebut biasanya karena 


1. perlakuan yang tidak hormat atau apa yang dipandang pelecehan dari satu pihak kepada pihak yang lain.

2. kecemburuan salah satu pihak disebabkan kedekatan isteri atau suami dengan pria atau wanita lain 

3. masalah anak baik anak sendiri maupun anak bawaan dari perkawinan sebelumnya 

4.  campur tangan pihak ketiga (misalnya mertua atau another man or another woman dalam kasus perselingkuhan)

5. masalah ekonomi

6. masalah isteri bekerja, dan lain-lain. 



C. Penyesuaian dan pertumbuhan dalam perkawinan
            Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.


D. Perceraian dan pernikahan kembali
            Pernikahan bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya, pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula.


Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama.
Jika ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu mengecilkan hati, menikah Kembali setelah perceraian bisa menjadi kan pengalaman, tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik lagi dari pernikahan sebelumnya.
 E. Single Life
  Perkembangan jaman, perubahan gaya hidup, kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum bertemu dengan pujaan hati yang cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang kian marak, dan berbagai alasan lainnya membuat seorang memilih untuk tetap hidup melajang. Batasan usia untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan meniti karir juga ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang.
  
Persepsi masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman, juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang, mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi, tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan. Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
 Banyak pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih mendapat prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah menikah.
 Kemapanan dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi. Sementara, perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa hidup mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri.
 Pelajang juga menjadi sasaran keluarga untuk dicarikan jodoh, terutama bila saudara sepupu yang seumuran telah menikah atau adik sudah mempunyai pacar. Sementara orangtua menginginkan agar adik tidak melangkahi kakak, agar kakak tidak berat jodoh.
  
Tidak dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah, memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang seumuran yang telah memiliki sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka belum menemukan pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah alasan mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
 Melajang adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah menemukan seorang yang telah cocok di hati.
Kehidupan melajang bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam suka dan duka serta menghabiskan waktu bersama di hari tua.

                                                      


 DAFTAR PUSTAKA


www.dudung.net/artikel-bebas/cinta-dan-perkawinan-menurut-plato.html
Miftachr, 2010. Pengertian Munakahat Pernikahan, Artikel, (Tersedia online dihttp://miftachr.blog.uns.ac.id/2010/04/pengertian-munakahat-pernikahan/ diakses pada tanggal 6 Mei 2011).

Hubungan Interpersonal

A.Pengertian Hubungan Interpersonal
Menurut Pearson (1983) manusia adalah makhluk sosial, artinya sebagai makhluk sosial, kita tidak dapat menjalin hubungan sendiri, kita selalu menjalin hubungan dengan orang lain, mencoba untuk mengenali dan memahami kebutuhan satu sama lain, membentuk interaksi serta berusaha mempertahankan interaksi tersebut. Kita melakukan hubungan interpersonal ketika mencoba untuk berinteraksi dengan orang lain. Hubungan interpersonal adalah hubungan yang terdiri atas dua orang atau lebih yang memiliki ketergantungan satu sama lain dan menggunakan pola interaksi yang konsisten. Ketika akan menjalin hubungan interpersonal, akan terdapat suatu proses dan biasanya dimulai dengan interpersonal attraction.
B. Daya Tarik Hubungan Interpersonal
Daya tarik hubungan interpersonal merupakan faktor penyebab terjadinya hubungan interpersonal. Ada faktor internal dan juga faktor eksternal. Faktor Internal (Baron dan Byrne, 2008)Faktor internal adalah faktor dalam diri kita meliputi dua hal, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi (need for affiliation) dan pengaruh perasaan. Interaksi antara satu orang dengan orang yang lain bisa terjadi di mana saja, misalnya di rumah, sekolah, kantor pos, kantin, dan lain- lain. Namun, kebutuhan untuk saling berinteraksi dengan orang-orang disekitar kita berbeda-beda satu sama lain.
·         Kebutuhan untuk berinteraksi (need for affiliation)
Kita cenderung ingin berinteraksi dengan orang lain, namun dilain waktu, terkadang kita juga tidak ingin berinteraksi atau ingin sendirian. Menurut McClelland,kebutuhan berinteraksi adalah suatu keadaan di mana seseorang berusaha untuk mempertahankan suatu hubungan, bergabung dalam kelompok, berpartisipasi dalam kegiatan, menikmati aktivitas bersama keluarga atau teman, menunjukkan perilaku saling bekerja sama, saling mendukung, dan konformitas. Seseorang yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi, berusaha mencapai kepuasan terhadap kebutuhan ini agar disukai, diterima oleh orang lain, serta mereka cenderung untuk memilih bekerja bersama orang yang mementingkan keharmonisan dan kekompakan kelompok.
·         Pengaruh perasaan
Penelitian dari Byrne, dkk (1975) dari Fraley dan Aron (dalam Baron, Byrne, 2006) menunjukkan bahwa dalam berbagai situasi sosial, humor digunakan secara umum untuk mencairkan suasana dan memfasilitasi interaksi pertemanan. Humor yang menghasilkan tawa dapat membuat kita lebih mudah berinteraksi, sekalipun dengan orang yang belum dikenal. Apakah anda ingat kalimat ‘tertawa itu sehat’? makna dari kalimat tersebut dapat diartikan bahwa dengan tertawa, perasaan kita akan senang, sehingga kita lebih dapat berpikir lebih sehat dan berperilaku lebih baik. Jadi, kita akan lebih mudah berinteraksi dengan orang lain pada saat kondisi perasaan kita sedang senang di bandingkan jika kondisi perasaan kita sedang negative. Hal ini terjadi, pada saat senang, kita lebih terbuka untuk melakukan komunikasi.
Sedangkan, Faktor Eksternal yang mempengaruhi dimulainya suatu hubungan interpersonal adalah kedekatan (proximity) dan daya tarik fisik.
·         Kedekatan (proximity)
 Baron dan Byrne (2008) menjelaskan bahwa kedekatan secara fisik antara orang yang tinggal dalam satu lingkungan yang sama seperti di kantor dan di kelas, menunjukkan bahwa semakin dekat jarak geografis diantara mereka semakin besar kemungkinan kedua orang tersebut untuk sering bertemu. Selanjutnya pertemuan tersebut akan menghasilkan penilaian positif satu sama lain, sehingga timbul ketertarikan di antara mereka. Hal ini disebut juga dengan more exposure effect, penelitian ini pertama kali dilakukan oleh Zajonc tahun1968. Kita cenderung menyukai orang yang wajahnya biasa kita kenali dibandingkan dengan orang yang wajahnya tidak kita kenal (Miller and Perlman, 2009).
·         Daya tarik fisik
Sebuah penelitian mengenai daya tarik fisik menunjukkan bahwa sebagian besar orang percaya bahwa laki-laki dan perempuan yang menarik menampilkan ketenangan, mudah bergaul, mandiri, dominan, gembira, seksi, mudah beradaptasi, sukses, lebih maskulin (laki-laki) dan lebih feminism (perempuan) daripada orang yang tidak menarik (Dion and Dion, 1991;Hatfield dan Sprecher, 1986a dalam Baron byrne, 2008). Jadi, kita cenderung untuk memilih berinteraksi dengan orang yang menarik dibandingkan orang yang kurang menarik, karena orang yang menarik memiliki karakteristik lebih positif.
             

C.Jenis-jenis Hubungan Interpersonal
1.Hubungan interpersonal berdasarkan jumlah individu yang terlibat
Hubungan interpersonal berdasarkan jumlah individu yang terlibat, dibagi menjadi 2, yaitu  hubungan diad dan hubungan triad. Hubungan diad merupakan hubungan atara dua individu. Kebanyakan hubungan kita dengan orang lain bersifat diadik. William Wilmot mengemukakan beberapa ciri khas hubungan diad, dimana setiap hubungan diad memiliki tujuan khusus, individu dalam hubungan diad menampilkan wajah yang berbeda dengan ‘wajah’ yang ditampilkannya dalam hubungan diad yang lain, dan pada hubungan diad berkembang pola komunikasi (termasuk pola berbahasa) yang unik/khas yang akan membedakan hubungan tersebut dengan hubungan diad yang lain. Sedangkan hubungan triad merupakanhubungan antara tiga orang. Hubungan triad ini memiliki ciri lebih kompleks, tingkatkeintiman/ kedekatan antara individu lebih rendah, dan keputusan yang diambil lebih didasarkan voting atau suara terbanyak (dalam hubungan diad, keputusan diambil melalui negosiasi).
2.Hubungan interpersonal berdasarkan tujuan yang ingin dicapai 
Hubungan interpersonal berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, dibagi menjadi 2, yaitu hubungan tugas dan hubungan sosial. Hubungan tugas merupakan sebuah hubungan yang terbentuk karena tujuan menyelesaikan sesuatu yang tidak dapat dikerjakan oleh individu sendirian. Misalnya hubungan antara pasien dengan dokter, hubungan mahasiswa dalam kelompok untuk mengerjakan tugas, dan lain-lain. Sedangkan hubungan sosial merupakan hubungan yang tidak terbentuk dengan tujuan untuk menyelesaikan sesuatu. Hubungan ini terbentuk (baik secara personal dan sosial). Sebagai contoh adalah hubungan dua sahabat dekat, hubungan dua orang kenalan saat makan siang dan sebagianya.
3.Hubungan interpersonal berdasarkan jangka waktu
Hubungan interpersonal berdasarkan jangka waktu juga dibagi menjadi 2,yaitu hubungan jangka pendek dan hubungan jangka panjang. Hubungan jangka pendek merupakan hubungan yang hanya berlangsung sebentar. Misalnya hubungan antara dua orang yang saling menyapa ketika bertemu di jalan. Sedangkan hubungan jangka panjang berlangsung dalam waktu yang lama. Semakin lama suatu hubungan semakin banyak investasi yang ditanam didalamnya (misalnya berupa emosi atau perasaaan, materi, waktu, komitmen dan sebagainya). Dan karena investasi yang ditanam itu banyak maka semakin besar usaha kita untuk mempertahankannya.

4.Hubungan interpersonal yang didasarkan atas tingkat kedalaman atau keintiman
Hubungan interpersonal yang didasarkan atas tingkat kedalaman atau keintiman, yaitu hubungan biasa dan hubungan akrab atau intim. Hubungan biasa merupakan hubungan yang sama sekali tidak dalam atau impersonal atau ritual. Sedangkan hubungan akrab atau intim ditandai dengan penyingkapan diri (self-disclosure). Makin intim suatu hubungan, makin besar kemungkinan terjadinya penyingkapan diri tentang hal-hal yang sifatnya pribadi. Hubungan intim terkait dengan jangka waktu, dimana keintiman akan tumbuh pada jangka panjang. Karena itu hubungan intim akan cenderung dipertahankan karena investasi yang ditanamkan individu di dalamnya dalam jangka waktu yang lama telah banyak. Hubungan ini bersifat personal dan terbebas dari hal-hal yang ritual.

Referensi:
Sujanto, Agus.1991. Psikologi Umum. Jakarta : Bumi Aksara.

Minggu, 12 April 2015

Arti pentingnya stress

Arti Penting Stress

Kita semua pernah mengalami stress.Tetapi sebenarnya stress tidak selalu buruk.Stress dalam tingkat yang sedang itu perlu untuk menghasilkan kewaspadaan dan minat pada tugas yang ada,dan membantu orang melakukan penyesuaian.Sistem syaraf juga memerlukan rangsangan agar bisa tetap terlatih dan selanjutnya bisa berfungsi dengan baik.Secara umum yang dimaksud dengan stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan,,perubahan,ketegangan emosi,dan lain-lain.Menurut Lazarus 1999 (dalam Rod Plotnik 2005:481) “Stres adalah rasa cemas atau terancam yang timbul ketika kita menginterpretasikan atau menilai suatu situasi sebagai melampaui kemampuan psikologis kita untuk bisa menanganinya secara memadai”.
Stress berbeda dengan stresor.Stresor adalah sesuatu yang menyebabkan stres.Stres itu sendiri adalah akibat dari interaksi timbal balik antara rangsangan lingkungan dan respons individu.



Efek-efek stress menurut Hans Selye

Hans Selye (1946,1976) telah melakukan riset terhadap 2 respon fisiologis tubuh terhadap stress : Local Adaptation Syndrome (LAS) dan General Adaptation Syndrome (GAS).

o   Local Adaptation Syndrom (LAS)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.

Karakteristik dari LAS :
-       Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system
-       Respon bersifat adaptif; diperlukan stressor untuk menstimulasikannya
-       Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
-       Respon bersifat restorative.

Sebenarnya respon LAS ini banyak kita temui dalam kehidupan kita sehari – hari seperti yang diuraikan dibawah ini :

-       Respon inflamasi
respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi. Respon ini memusatkan diri hanya pada area tubuh yang trauma sehingga penyebaran inflamasi dapat dihambat dan proses penyembuhan dapat berlangsung cepat.

-       Respon refleks nyeri
respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuanmelindungi tubuh dari kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki ketika bersentuhan dengan benda tajam.


o   General Adaptation Syndrom (GAS)
GAS merupakan respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres. Respon yang terlibat didalamanya adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Di beberapa buku teks GAS sering disamakan dengan Sistem Neuroendokrin.

-       Fase Alarm (Waspada)
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun.
Fase alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi, teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan denyut jantung meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan ambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.
Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan “ respons melawan atau menghindar “. Respon ini bisa berlangsung dari menit sampai jam. Bila stresor masih menetap maka individu akan masuk ke dalam fase resistensi.

-        Fase Resistance (Melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi gejala stress menurun àatau normal, tubuh kembali stabil, termasuk hormon, denyut jantung, tekanan darah, cardiac out put. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stressor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel-sel yang rusak. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapa terakhir dari GAS yaitu : Fase kehabisan tenaga.

-       Fase Exhaustion (Kelelahan)
Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian.
Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres. Ketidak mampuan tubuh untuk mepertahankan diri terhadap stressor inilah yang akan berdampak pada kematian individu tersbut.

Faktor-faktor individual dan sosial yang menjadi penyebab stres
Stress merupakan salah satu gejala yang memiliki faktor-faktor penyebab,dan akan diuraikan secara singkat faktor individual & sosial yang menjadi penyebab stress dibawah ini.

a.    Faktor sosial
Selain peristiwa penting, ternyata tugas rutin sehari-hari juga berpengaruh terhadap kesehatan jiwa, seperti kecemasan dan depresi. Dukungan sosial turut mempengaruhi reaksi seseorang dalam menghadapi stres.Dukungan sosial mencakup : Dukungan emosional, seperti rasa dikasihi; dukungan nyata, seperti bantuan atau jasa; dan dukungan informasi, misalnya nasehat dan keterangan mengenai masalah tertentu.

b.    Faktor Individual
Tatkala seseorang menjumpai stresor dalam lingkungannya, ada dua karakteristik pada stresor tersebut yang akan mempengaruhi reaksinya terhadap stresor itu yaitu: Berapa lamanya (duration) ia harus menghadapi stresor itu dan berapa terduganya stresor itu (predictability).

Tipe-tipe stress
Menurut Maramis (1990) ada empat tipe stress psikologis yaitu:

a)        Frustasi
Muncul karena adanya kegagalan saat ingin mencapai suatu tujuan.Frustasi adaa yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha ) dan ekstrinsik (kecelakaan,bencana alam,kematian,pengangguran,perselingkuhan,dll)

b)        Konflik
Ditimbulkan karena ketidakmampuan memilih dua atau lebih macam keinginan,kebutuhan atau tujuan.Bentuk konflik digolongkan menjadi tiga bagian yaitu approach-approach conflict,approach-avoidant conflict,avoidant-avoidant conflict.

c)        Tekanan
Tekanan timbul dalam kehidupan sehari-hari dan dapat berasal dalam diri individu.Tekanan juga dapat berasal dari luar diri individu.

d)        Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu kondisi individu merasakan kekhawatiran,kegelisahan,ketegangan,dan rasa tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan akan terjadinya sesuatu yang buruk.



Pendekatan Problem Solving Terhadap Stress
Salah satu cara dalam menangani stres yaitu menggunakan metode Biofeedback, tekhniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stres kemudian belajar untuk menguasainya. Teknik ini menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit sebagai feedback.
Melakukan sugesti untuk diri sendiri, juga dapat lebih efektif karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendiri. Berikan sugesti-sugesti yang positif, semoga cara ini akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara spiritual (mengarah kepada Tuhan)


Daftar Pustaka :